Saturday, August 1, 2015

Penyediaan Lingkungan Kaya Bahasa untuk Pembiasaan Belajar Bahasa Inggris secara Mandiri di Sekolah Dasar

Penyediaan Lingkungan Kaya Bahasa untuk Pembiasaan Belajar Bahasa Inggris secara Mandiri di Sekolah Dasar


Luh Putu Artini, I.W. Sukrawarpala
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Bali


e-mail: tien_miasa@hotmail.com

Abstrak
Paper ini melaporkan hasil penelitian Strategis Nasional tahun ke-2, dimana prototype lingkungan kaya bahasa Inggris (RLLE) diuji di enam sekolah dasar yang melibatkan 400 siswa kelas 4, 5 dan 6. Pemajangan materi RLLE (yang terdiri dari enam jenis teks (topical vocabulary, grammar focus, everyday expression, language game, and stories) dilakukan di dalam kelas sesaat sebelum pelajaran bahasa Inggris dimulai dan dibiarkan selama satu minggu sampai pelajaran bahasa Ingggris berikutnya. Topik materi disesuaikan dengan topik pembelajaran di kelas sehingga sebelum dan setelah pelajaran berlangsung siswa bisa belajar mandiri dengan cara mengamati, membaca, menyalin, dan mengerjakan tugas yang dipajang di dalam buku jurnal mereka. Penelitian ini menemukan bahwa penyediaan lingkungan kaya bahasa berdampak positif terhadap kemampuan baca tulis (literasi) siswa dan pembiasaan belajar mandiri.
.
Kata-kata Kunci : lingkungan kaya bahasa, kemampuan literasi, belajar mandiri

Abstract
This paper reports the findings of the second year of the two year strategic national research in which the prototype of the rich language learning environment (RLLE) produced in the first year is tried out in six primary schools involving 400 grade 4, 5 and 6 students. The RLLE materials, which comprise six types of texts (i.e. topical vocabulary, grammar focus, everyday expression, language game, and stories), are displayed in the classroom prior the regular English lesson and are replaced with the new materials before the next lesson starts the following week. The topics of the display materials are made compatible to the lessons, so before and after the lessons students can learn independently by observing, reading, copying, and doing the tasks in their journal. This study found that the provision of RLLE has positive impacts on students’ literacy skills in English and their independent learning habit.
 .
Key words : , rich language learning environment, kemampuan literasi, independent
                     learning





PENDAHULUAN
Salah satu strategi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing di era globalisasi adalah dengan membekali lulusan sekolah dengan kemampuan berbahasa Inggris. Hal ini bisa dilakukan dengan memulai pembelajaran bahasa asing tersebut pada usia dini. Sesungguhnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar (Primary  English Language Teaching atau PELT) sudah menjadi trend pada dua dasawarsa terakhir. Berkembangnya PELT di negara-negara dimana Bahasa Inggris adalah bahasa asing diakibatkan oleh pergeseran status bahasa Inggris dari sebuah mata pelajaran menjadi sebuah komoditi global. Dana besar-besaran disediakan oleh banyak negara di dunia untuk mendukung pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar yang yang berkualitas (Whitehead, 2007). Bahasa Inggris tidak lagi dianggap sebagai sebuah mata pelajaran tetapi diperlakukan sebagai komponen dari pendidikan dasar (Hayes, 2007)..
  Di sekolah dasar Indonesia, sampai saat ini,  bahasa Inggris masih merupakan salah satu mata pelajaran tidak wajib. Artinya, setiap sekolah bisa menentukan apakah memberikan pelajaran bahasa Inggris atau tidak. Bisa dibayangkan bahwa pembelajaran tidak memiliki format yang jelas dan guru yang mengajar (terutama di sekolah-sekolah negeri) tidak memiliki kualifikasi pendidikan bahasa Inggris anak-anak. Pemerintah melalui Ditjen TK dan SD pernah menunjukkan perhatian besar terhadap PELT di Indonesia yang ditunjukkan melalui adanya pilot project “Bahasa Inggris di sekolah dasar”pada tahun 2008 dan 2009. Sayang sekali projek tersebut dihentikan, padahal beberapa sekolah sudah dapat pengimbasan tentang pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah dasar yang baik. Dampak dari pengimbasan tersebut adalah adanya semangat dan motivasi anak-anak sekolah dasar untuk belajar bahasa Inggris. Sayangnya belum ada upaya riil yang bisa dilakukan di sekolah untuk menjaga rasa bersemangat dan termotivasi tersebut.
Masyarakat Bali, khususnya, memiliki sikap positif tentang pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar (Lamb, 2003; Artini, 2006 & 2009b). Para orang tua mengirim anak-anak mereka ke kursus-kursus bahasa Inggris dengan harapan agar pada saatnya kelak, mereka bisa berbahasa Inggris dengan baik. Pelajaran bahasa Inggris di sekolah tidak bisa diharapkan akan memberi dasar bahasa Inggris yang kuat bagi anak-anak mengingat alokasi waktu belajar yang hanya 35 menit saja. Selain itu, fenomena yang terjadi selama ini adalah guru menjadi satu-satunya sumber belajar di sekolah dengan sarana belajar utama berupa buku teks saja. Proses belajar dan mengajar berlangsung dalam konteks yang artificial (bukan konteks nyata) dan berorientasi hanya pada buku teks, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan literasi (baca dan tulis) dalam bahasa Inggris.
Menurut Watanabe (2009), pembelajaran seharusnya tidak hanya terjadi di dalam kelas sebagaimana ditunjukkan pada kutipan berikut.
“…there is a need for an effort to provide an environment which rich of language that provides opportunities for students to use their free time at school to develop literacy skills in English outside the classroom context in a fun and challenging way…”

Pembelajaran di kelas yang begitu singkat tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan ketrampilan lliterasi dalam bahasa Inggris. Berdasar-kan kutipan di atas, seharusnya ada lingkungan kaya bahasa (Rich Language Learning Environment, selanjutnya disebut RLLE) di sekolah. Scott & Ytreberg (2004), menyatakan rasa bersemangat dan termotivasi harus terjaga dengan baik di sekolah. Usaha yang dilakukan selama ini kebanyakan bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dari sudut pedagogis berorientasi peningkatan kualitas intelektual siswa (intelectual quality pedagogical dimension). Padahal pembelajaran bahasa seharusnya terbingkai dalam lingkungan kaya bahasa sehingga pebelajar usia anak-anak tidak belajar bahasa secara terpisah dari konteks nyata (Yelland, 2006). Selain itu pembelajaran seharusnya tidak hanya berlangsung di kelas saja (Watanabe, 2009). Dengan alokasi belajar bahasa Inggris yang hanya 1x35 menit per minggu tentu saja tidak  cukup untuk memberi landasan belajar bahasa Inggris yang kuat bagi siswa sekolah dasar. Oleh sebab itu perlu adanya suatu upaya untuk menyediakan lingkungan kaya bahasa yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan  waktu luang yang mereka miliki di sekolah untuk  mengembangkan kemampuan literasi bahasa Inggris di luar konteks kelas dengan cara yang menyenangkan dan menantang. Dampak yang diharapkan bukan hanya motivasi dan semangat tetapi juga landasan dan kemampuan baca-tulis dalam bahasa Inggris yang kuat sebelum siswa melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

RUMUSAN MASALAH
(1)   Bagaimanakah kualitas produk RLLE?
(2)   Bagaimanakah persepsi siswa dan guru terhadap implementasi RLLE di sekolah?
(3)   Bagaimanakah dampak implementasi RLLE di sekolah terhadap kemampuan literasi bahasa Inggris di kelas 4, 5 dan 6?

TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendapat guru, siswa dan kepala sekolah terhadap pemajangan materi lingkungan bahasa Inggris secara sistematis. Yang dimaksud dengan lingkungan kaya bahasa Inggris adalah  berbagai bentuk teks bahasa Inggris yang dikembangkan mengikuti pola research dan pengembangan. Materi tersebut dipajang di kelas dengan sistem yang jelas. Sementara  itu, siswa dibagikan jurnal yang digunakan untuk belajar mandiri menggunakan materi-materi yang dipajang tersebut.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                

MANFAAT PENELITIAN
Sampai saat ini sudah banyak penelitian yang menghasilkan temuan tentang rendahnya kemampuan bahasa Inggris lulusan sekolah menengah atas di Indonesia. Setelah belajar bertahun-tahun lulusan SMA/SMK/MA belum mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Salah satu penyebabnya adalah karena kurang kuatnya fondasi pembelajaran bahasa Inggris ketika pertama kali mereka mempelajarinya. Pada umumnya mereka hanya mengandalkan pembelajaran di dalam kelas dimana guru menjadi sumber belajar yang utama. Keterbatasan waktu yang tersedia untuk belajar di sekolah serta tidak tersedianya sumber belajar yang menyenangkan dan bervariasi membuat motivasi dan semangat belajar juga rendah. Dampaknya adalah, siswa belajar bahasa Inggris hanya sekedar untuk bisa lulus dalam mata pelajaran tersebut. 
Penyediaan RLLE di sekolah, berdasarkan pengamatan di tahun pertama, ternyata mampu membuat siswa tertarik untuk mengamati, membaca, mendiskusikan dengan teman, dan mengerjakan tugas secara mandiri dan sukarela pada jurnal khusus yang disediakan bagi siswa. Hal ini sangat penting mengingat rasa tertarik erat hubungannya dengan motivasi, dan motivasi erat hubungannya dengan prestasi. Dengan demikian ada kecendrungan besar tentang kemungkinan dampak RLLE terhadap fondasi belajar bahasa Inggris yang lebih kuat.
Keterbatasan waktu dalam pelajaran bahasa Inggris di kelas menyebabkan terjadinya pengabaian unsur literasi dalam pembelajaran. Kegiatan yang sudah membudaya adalah mengerj soal-soal sehubungan dengan penguasaan kata dan tata bahasa. Kegiatan membaca dan menulis yang terjadi di kelas hanya sebatas mendengarkan dan menirukan guru membaca, dan siswa menjawab pertanyaan sehubungan dengan bacaan tersebut. Padahal sesungguhnya siswa harus diekpos dengan bacaan berbahasa Inggris yang dikombinasikan dengan tugas menulis secara kreatif agar bisa menggunakan bahasa yang dipelajarinya secara alamiah. Penyediaan lingkungan kaya bahasa  menyediakan exposure yang dimaksud. Dampak yang bisa disimpulkan dari penelitian tahun pertama, dalam waktu relatif singkat, pemajangan materi RLLE membuat siswa memiliki kemampuan literasi yang lebih baik yang dibuktikan dengan kemampuan siswa menulis lebih banyak kata dengan benar, maupun menuliskan ungkapan yang sesuai dengan konteks berbahasa yang dipajang pada papan pajang.
Selain manfaat jangka pendek tersebut di atas, ada manfaat jangka panjang yang bisa diramalkan sebagai akibat penyediaan RLLE di sekolah yaitu: membangun karakter anak bangsa untuk senang belajar dan meningkatkan kemampuan belajar mandiri yang  berdampak terhadap kebiasaan belajar sepanjang hayat. Selain itu, penelitian ini bisa membangun budaya baca. Sampai saat ini belum ada suatu upaya sistematis yang dilakukan oleh lembaga formal (sekolah) untuk membiasakan anak membaca dan menulis, apalagi dalam bahasa Inggris. Padahal sesungguhnya pembelajaran bahasa Inggris di usia anak-anak seharusnya dilakukan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan berbahasa anak-anak.
Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenangkan persaingan di bursa kerja global.  Seperti yang sudah diketahui bersama, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri hanya mampu mengambil posisi sebagai pekerja kasar dan pembantu rumah tangga sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan secara umum dan kekurangmampuan berbahasa Inggris secara khusus. Penelitian ini didasari oleh kepedulian terhadap  perbaikan kualitas SDM melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris.
Penetapan standar pendidikan internasional sekarang ini harus dibarengi dengan usaha peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Model lingkungan kaya belajar di sekolah  mengubah paradigma bahwa belajar tidak hanya berlangsung di dalam kelas. Belajar tidak hanya berlangsung dengan kehadiran guru.  Melalui penyediaan lingkungan kaya bahasa, siswa  selalu terekpos dengan berbagai materi belajar yang menantang dan menyenangkan, sehingga dengan sendirinya meningkatkan keinginan untuk terus belajar atau belajar sepanjang hayat (long life education) dan belajar madiri (self-directed learning).
Mengubah mind set anak-anak (dan juga guru) terhadap makna belajar. Selama ini belajar dipahami sebagai suatu proses mendapat ilmu pengetahuan di dalam kelas. Dengan kata lain, sampai saat ini dipahami sebagai proses belajar yang hanya terjadi dalam konteks sekolah yang berlangsung di dalam kelas, dengan dipandu oleh guru. Melalui penelitian ini diharapkan adanya perubahan paradigma tentang pengertian belajar.

METODE
Penelitian dan Pengembangan ini telah dilakukan sejak tahun 2012 dengan menghasilkan prototype produk lingkungan kaya bahasa Inggris. Pada tahun 2013 ini, produk diujicobakan di enam sekolah dasar yang pernah dilibatkan dalam proyek Pembelajaran Bahasa Inggris pada tahun 2008-2009. Sekolah-sekolah ini berada di empat Kabupaten di Bali yaitu Badung, Denpasar, Bangli, dan Gianyar. Keenam sekolah tersebut dipilih secara acak di antara 20 sekolah yang terlibat pada proyek Depdiknas tersebut. Subjek penelitian adalah 400 siswa kelas 4, 5, dan 6; 18 guru bahasa Inggris dan 6 Kepala sekolah. Data diambil melalui pengamatan, wawancara, kuesioner dan test literasi. Analisis data menggunakan mixed method (kuantitatif dan kualitatif) untuk menjawab ketiga rumusan masalah di atas..

HASIL DAN PEMBAHASAN
            Data kualitas produk dikumpulkan secara bertahap: pertama, expert judgment yang terdiri dua orang ahli di bidang pendidikan bahasa Inggris anak-anak; dan kedua, melalui siswa, guru dan kepala sekolah dan analisisnya mengikuti kriteria validitas dan praktikalitas,(Nieven dalam Mahayanti, 2011) terhadap komponen linguistik dan non-linguistik. Secara umum, produk RLLE bisa dikategorikan bagus. Khusus untuk konten mendapat kategori sangat bagus, sebagaimana terlihat pada tabel berikut.




Table 1. Rangkuman hasil Validitas dan Practicalitas materi RLLE

.


Instruments
Components
Mean Score (Sr)
Criteria
Validitas
Expert Judgment
Linguistik
4.361
Bagus
Non-Linguistik
4.125
Bagus
Konten
4.563
Bagus sekali
Practicalitas
Observasi
Persepsi Siswa
3.722
Bagus

Kuesioner
Persepsi Guru
4.305
Bagus
Persepsi Kepala sekolah
4.109
Bagus
Persepsi Siswa
4. 177
Bagus


           

Berdasarkan hasil analisis kuesioner, wawancara dan pengamatan, materi mendapat apresiasi yang sangat positif baik oleh siswa, guru maupun kepala sekolah. Dari sisi siswa, mereka merasa mendapat kesempatan belajar yang lebih banyak, terutama menulis dan membaca pada tingkat kata, ungkapan sederhana maupun cerita sederhana. Dari sisi guru, materi RLLE dinyatakan sebagai materi pendukung pembelajaran bahasa Inggris yang bagus. Guru berpendapat bahwa penyediaan materi lingkungan kaya bahasa sangat membantu siswa untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan cara belajar mandiri. Semua materi mendapat pujian dalam hal jenis, tampilan maupun aktifitas yang biss dilakukan siswa akibat pemajangan materi tersebut. Dari sisi kepala sekolah materi juga dianggap memiliki nilai positif untuk membantu siswa belajar bahasa Inggris secara menyenangkan, tanpa paksaan, dan menyenangkan serta menantang. Baik guru dan kepala sekolah setuju bahwa penyediaan materi RLLE membantu siswa mengembangkan kemampuan literasi (baca dan tulis) dalam bahasa Inggris, yang mana melalui pembelajaran rutin di kelas, hal ini tidak pernah
 bisa dijangkau sebagai akibat terbatasnya waktu yang tersedia untuk berlatih. Rumusan masalah ketiga adalah tentang peningkatan kemampuan literasi yang terjadi. sebagai akibat penggunaan materi RLLE. Analisis data mengahsilkan data yang tergambar pada diagram sebagai berikut.

.




Diagram 1. Perbandingan hasil pre dan Post Test




Diagram menunjukkan adanya peningkatan kemampuan literasi siswa sekolah dasar dari setelah diekspos dalam waktu singkat (2-3 minggu) pada tahun pertama  dan 2-3 bulan di tahun kedua. Ini mempertegas bahwa pemanfaatan materi RLLE berdampak positif terhadap kemampuan literasi siswa sekolah dasar.
Temuan ini sejalan dengan penelitian Scoot dan Ytreberg (1990) yang menyatakan bahwa penyediaan lingkungan kaya bahasa harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: (1) Pengenalan Kata dalam Konteks (materi RLLE mengenalan kata-kata dengan disertai gambar atau objek yang menarik dan memberi makna dengan sendirinya sehingga siswa bisa belajar tanpa ketergantungan pada sosok seorang guru); (2) Belajar Bahasa melalui Bermain  (RLLE mengakomodasi karakteristik belajar khusus anak-anak adalah mereka suka bermain.dengan cara menyediakan ‘language games’ yang menyenangkan, memotivasi dan menantang); (3). Bahasa adalah Bahasa (materi RRLE memberi ruang yang cukup bagi mereka untuk menggunakan bahasa yang mereka pelajari untuk berkomunikasi melalui Everyday Expressions’ yang bisa mereka gunakan dalam interaksi mereka dengan teman sebaya/sekelas); (4).Variasi Kegiatan Kelas (Materi RLLE memberi variasi materi yang ada di kelas dan variasi strategi yang ditempuh siswa untuk belajar lebih banyak secara mandiri); (5). Rutinitas (Materi RLLE mengatasi rutinitas belajar di kelas yang selalui diarahkan guru.  Adanya materi yang dipajang di kelas, mereka bisa menyesuaikan diri dengan ketersediaan waktu dan keinginan untuk belajar sehingga mereka memiliki rutinitas yang berbeda); (6).Kerjasama, bukan Berlomba (Penyediaan RLLE mengakomodasi peran siswa sebagai bagian dari komunitas sosial di sekolah. Mereka bisa mendapat pengalaman bekerja  dalam kelompok secara kooperatif sehingga membentuk karakter ‘mampu bekerjasama dengan orang lain. Materi RLLE menyediakan kesempatan bagi mereka untuk saling bekerjasama tetapi bukan bersaing atau berkompetisi); 7). .Tatabahasa (Materi RLLE bisa membuat siswa belajar grammar tanpa menyadari bahwa mereka sudah melakukannya); (8). Asessmen (Penggunaan materi RLLE membuat siswa mengerjakan sesuatu yang berdampak pada kemampuan melakukan refleksi dan self asesmen. Mereka tidak merasa tertekan atau cemas nilai apa yang akan mereka capai. Ini adalah sebuah pendidikan karakter yang alamiah).
            Kedelapan unsur yang ada pada rancangan materi RLLE tersebut merupakan hal penting dalam pendidikan yang kurang menjadi perhatian pada pendidikan di kelas. Jadi penelitian pengembangan ini telah membuktikan bahwa penyediaan materi penunjang yang memiliki sistem dan aturan yang jelas berdampak positif terhadap perkembangan kognitif dan metacognitif siswa dimana siswa belajar sesuatu sekaligus mengatur diri sendiri untuk belajar secara mandiri.

SIMPULAN
             
            Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas bisa disimpulkan bahwa perlu ada usaha yang logis untuk mengatasi kendala belajar seperi keterbatasan waktu, materi atau sumber belajar. Usaha berupa pengembangan materi RLLE dalam penelitian ini telah terbukti mengatasi keterbatan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Siswa tidak saja mengembangkan pengetahuan tentang kosa kata, ungkapan maupun wacana dalam bahasa Inggris, tetapi juga mengembangkan karakter bekerja keras, bertanggung jawab, rasa ingin tahu, bekerja dalam kelompok, belajar mandiri, serta melakukan refleksi terhadap apa yang sudah dipelajari. Dengan demikian pendidikan tidak saja berlangsung di kelas dengan kehadiran guru dan rutinitas belajar yang monoton, Siswa bisa dibiasakan belajar dengan kemauan sendiri, tanpa kehadiran guru, dan mengatur sendiri apa yang ingin mereka laukan dengan cara mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Archie, M. (2003). Advancing Education through Environmental Literacy. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development. Benefits on Environmental Education. www.neefusa.org. Downloaded on October, 7, 2012.
Artini, L.P. (2009b). Teaching English for Young Learners in Indonesia: Methods and
            Strategies. Book Manuscript.
Artini, L.P. (2006). Learning English in Bali:
             Investigating Beliefs and Language
             Learning Strategies. Unpublished PhD
             thesis.
Artini, L.P. (2012). Developing Rich Language Learning Environment to Optimalize Young Learners’ Literacy Skills in English. Unpublished research report. Singaraja: Undiksha.
Cross, David. (1991).A Practical Handbook of Language Teaching. New Britain: Cassell
Depdiknas (2009). Pedoman Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar
Gall & Gall & Borg. (2003). Educational Research: An Introduction 7th edition. USA: Allyn and Bacon.
Ghoting, Saroj. (2011). Supporting Early Literacy through Language-Rich Library Environment. www.slideshare.net. downloaded on April 2013.
Jay, M.E. dan H.L.Jay. (1998). 250+ Activities and Ideas for Developing Literacy Skills. New York: Neal-Schuman Publishers, Inc.
Justice, Laura M. (2004). Creating Language-Rich Preschool Classroom Environment.Teaching Exceptional Children, Vol.37, No.2 , pp 36-44.
Maria, Shantha. 2012. Creating A Language Rich Environment. Vol.III, No.3, August-October, 2012. www.salwaneducation.org. Downloaded on April, 2013.
Scott, W.A. dan L.H.Ytreberg. (2004). Teaching English to Children. Harlow: Pearson Education Limited.
Tomlinson, Brian. (1998). Materials Development in Language Teaching. U.K : Cambridge University Press.
Watanabe, Y. (2009). ‘Second Language Literacy through Student-Centered Learning’. The Internet TESL Journal. Vol.v, No.2. February 2009.
Winch, G., R.R. Johnston, P. March, L. Ljungdahl, and M. Holliday. (2006) Literacy, Reading and Wrinting and Children Literature. Oxford: Oxford University Press.



No comments:

Post a Comment