Penyediaan
Lingkungan Kaya Bahasa untuk Pembiasaan Belajar Bahasa Inggris secara Mandiri
di Sekolah Dasar
Luh Putu Artini, I.W.
Sukrawarpala
Universitas Pendidikan
Ganesha
Singaraja, Bali
e-mail:
tien_miasa@hotmail.com
Abstrak
Paper ini melaporkan
hasil penelitian Strategis Nasional tahun ke-2, dimana prototype lingkungan
kaya bahasa Inggris (RLLE) diuji di enam sekolah dasar yang melibatkan 400
siswa kelas 4, 5 dan 6. Pemajangan materi RLLE (yang terdiri dari enam jenis
teks (topical vocabulary, grammar focus, everyday expression,
language game, and stories)
dilakukan di dalam kelas sesaat sebelum pelajaran bahasa Inggris dimulai dan
dibiarkan selama satu minggu sampai pelajaran bahasa Ingggris berikutnya. Topik
materi disesuaikan dengan topik pembelajaran di kelas sehingga sebelum dan
setelah pelajaran berlangsung siswa bisa belajar mandiri dengan cara mengamati,
membaca, menyalin, dan mengerjakan tugas yang dipajang di dalam buku jurnal
mereka. Penelitian ini menemukan bahwa penyediaan lingkungan kaya bahasa
berdampak positif terhadap kemampuan baca tulis (literasi) siswa dan pembiasaan
belajar mandiri.
.
Kata-kata
Kunci : lingkungan
kaya bahasa, kemampuan literasi, belajar mandiri
Abstract
This paper reports the
findings of the second year of the two year strategic national research in
which the prototype of the rich language learning environment (RLLE) produced
in the first year is tried out in six primary schools involving 400 grade 4, 5
and 6 students. The RLLE materials, which comprise six types of texts (i.e. topical vocabulary, grammar focus, everyday expression, language game, and
stories), are
displayed in the classroom prior the regular English lesson and are replaced
with the new materials before the next lesson starts the following week. The
topics of the display materials are made compatible to the lessons, so before
and after the lessons students can learn independently by observing, reading,
copying, and doing the tasks in their journal. This study found that the
provision of RLLE has positive impacts on students’ literacy skills in English
and their independent learning habit.
.
Key words : , rich language learning
environment, kemampuan literasi, independent
learning
PENDAHULUAN
Salah satu strategi
untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap bersaing di era globalisasi
adalah dengan membekali lulusan sekolah dengan kemampuan berbahasa Inggris. Hal
ini bisa dilakukan dengan memulai pembelajaran bahasa asing tersebut pada usia dini.
Sesungguhnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar (Primary English Language Teaching
atau PELT) sudah menjadi trend pada dua dasawarsa terakhir. Berkembangnya
PELT di negara-negara dimana Bahasa Inggris adalah bahasa asing diakibatkan
oleh pergeseran status bahasa Inggris dari sebuah mata pelajaran menjadi sebuah
komoditi global. Dana besar-besaran disediakan oleh banyak negara di
dunia untuk mendukung pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar yang yang
berkualitas (Whitehead, 2007). Bahasa Inggris tidak lagi dianggap sebagai
sebuah mata pelajaran tetapi diperlakukan sebagai komponen dari pendidikan
dasar (Hayes, 2007)..
Di
sekolah dasar Indonesia, sampai saat ini,
bahasa Inggris masih merupakan salah satu mata pelajaran tidak wajib.
Artinya, setiap sekolah bisa menentukan apakah memberikan pelajaran bahasa
Inggris atau tidak. Bisa dibayangkan bahwa pembelajaran tidak memiliki format
yang jelas dan guru yang mengajar (terutama di sekolah-sekolah negeri) tidak
memiliki kualifikasi pendidikan bahasa Inggris anak-anak. Pemerintah melalui
Ditjen TK dan SD pernah menunjukkan perhatian besar terhadap PELT di Indonesia yang ditunjukkan
melalui adanya pilot project “Bahasa Inggris di sekolah dasar”pada tahun 2008
dan 2009. Sayang sekali projek tersebut dihentikan, padahal beberapa sekolah
sudah dapat pengimbasan tentang pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah dasar
yang baik. Dampak dari pengimbasan tersebut adalah adanya semangat dan motivasi
anak-anak sekolah dasar untuk belajar bahasa Inggris. Sayangnya belum ada upaya
riil yang bisa dilakukan di sekolah untuk menjaga rasa bersemangat dan
termotivasi tersebut.
Masyarakat Bali,
khususnya, memiliki sikap positif tentang pembelajaran bahasa Inggris di
sekolah dasar (Lamb, 2003; Artini, 2006 & 2009b). Para orang tua
mengirim anak-anak mereka ke kursus-kursus bahasa Inggris dengan harapan agar
pada saatnya kelak, mereka bisa berbahasa Inggris dengan baik. Pelajaran bahasa
Inggris di sekolah tidak bisa diharapkan akan memberi dasar bahasa Inggris yang
kuat bagi anak-anak mengingat alokasi waktu belajar yang hanya 35 menit saja. Selain
itu, fenomena yang terjadi selama ini adalah guru menjadi
satu-satunya sumber belajar di sekolah dengan sarana belajar utama berupa buku
teks saja. Proses belajar dan mengajar berlangsung dalam konteks yang artificial (bukan konteks nyata) dan
berorientasi hanya pada buku teks, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan literasi (baca dan tulis) dalam bahasa Inggris.
Menurut Watanabe (2009), pembelajaran seharusnya tidak hanya terjadi di dalam kelas sebagaimana
ditunjukkan pada kutipan berikut.
“…there is a need
for an effort to provide an environment which rich of language that provides opportunities for students to use their free time at school
to develop literacy skills in English outside the classroom context in a fun
and challenging way…”
Pembelajaran
di kelas yang begitu singkat tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk
meningkatkan ketrampilan lliterasi dalam bahasa Inggris. Berdasar-kan kutipan
di atas, seharusnya ada lingkungan kaya bahasa (Rich Language Learning Environment, selanjutnya disebut RLLE) di sekolah.
Scott & Ytreberg (2004), menyatakan rasa bersemangat dan termotivasi harus
terjaga dengan baik di sekolah. Usaha yang dilakukan selama ini kebanyakan
bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dari sudut pedagogis
berorientasi peningkatan kualitas intelektual siswa (intelectual quality pedagogical dimension). Padahal pembelajaran
bahasa seharusnya terbingkai dalam lingkungan kaya bahasa sehingga pebelajar
usia anak-anak tidak belajar bahasa secara terpisah dari konteks nyata
(Yelland, 2006). Selain itu pembelajaran seharusnya tidak hanya berlangsung di
kelas saja (Watanabe, 2009). Dengan alokasi belajar bahasa Inggris yang hanya 1x35
menit per minggu tentu saja tidak cukup
untuk memberi landasan belajar bahasa Inggris yang kuat bagi siswa sekolah
dasar. Oleh sebab itu perlu adanya suatu upaya untuk menyediakan lingkungan
kaya bahasa yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menggunakan waktu luang yang mereka miliki di sekolah
untuk mengembangkan kemampuan literasi
bahasa Inggris di luar konteks kelas dengan cara yang menyenangkan dan
menantang. Dampak yang diharapkan bukan hanya motivasi dan semangat tetapi juga
landasan dan kemampuan baca-tulis dalam bahasa Inggris yang kuat sebelum siswa
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
RUMUSAN
MASALAH
(1)
Bagaimanakah
kualitas produk RLLE?
(2)
Bagaimanakah
persepsi siswa dan guru terhadap implementasi RLLE di sekolah?
(3)
Bagaimanakah
dampak implementasi RLLE di sekolah terhadap kemampuan literasi bahasa Inggris
di kelas 4, 5 dan 6?
TUJUAN
Makalah ini
bertujuan untuk mendeskripsikan pendapat guru, siswa dan kepala sekolah
terhadap pemajangan materi lingkungan bahasa Inggris secara sistematis. Yang dimaksud
dengan lingkungan kaya bahasa Inggris adalah berbagai bentuk teks bahasa Inggris yang
dikembangkan mengikuti pola research dan pengembangan. Materi tersebut dipajang
di kelas dengan sistem yang jelas. Sementara
itu, siswa dibagikan jurnal yang digunakan untuk belajar mandiri
menggunakan materi-materi yang dipajang tersebut.
MANFAAT
PENELITIAN
Sampai saat ini sudah
banyak penelitian yang menghasilkan temuan tentang rendahnya kemampuan bahasa
Inggris lulusan sekolah menengah atas di Indonesia. Setelah belajar
bertahun-tahun lulusan SMA/SMK/MA belum mampu berkomunikasi dalam bahasa
Inggris. Salah satu penyebabnya adalah karena kurang kuatnya fondasi
pembelajaran bahasa Inggris ketika pertama kali mereka mempelajarinya. Pada
umumnya mereka hanya mengandalkan pembelajaran di dalam kelas dimana guru
menjadi sumber belajar yang utama. Keterbatasan waktu yang tersedia untuk
belajar di sekolah serta tidak tersedianya sumber belajar yang menyenangkan dan
bervariasi membuat motivasi dan semangat belajar juga rendah. Dampaknya adalah,
siswa belajar bahasa Inggris hanya sekedar untuk bisa lulus dalam mata
pelajaran tersebut.
Penyediaan RLLE di
sekolah, berdasarkan pengamatan di tahun pertama, ternyata mampu membuat siswa
tertarik untuk mengamati, membaca, mendiskusikan dengan teman, dan mengerjakan
tugas secara mandiri dan sukarela pada jurnal khusus yang disediakan bagi
siswa. Hal ini sangat penting mengingat rasa tertarik erat hubungannya dengan
motivasi, dan motivasi erat hubungannya dengan prestasi. Dengan demikian ada
kecendrungan besar tentang kemungkinan dampak RLLE terhadap fondasi belajar
bahasa Inggris yang lebih kuat.
Keterbatasan waktu
dalam pelajaran bahasa Inggris di kelas menyebabkan terjadinya pengabaian unsur
literasi dalam pembelajaran. Kegiatan yang sudah membudaya adalah mengerj
soal-soal sehubungan dengan penguasaan kata dan tata bahasa. Kegiatan membaca
dan menulis yang terjadi di kelas hanya sebatas mendengarkan dan menirukan guru
membaca, dan siswa menjawab pertanyaan sehubungan dengan bacaan tersebut.
Padahal sesungguhnya siswa harus diekpos dengan bacaan berbahasa Inggris yang
dikombinasikan dengan tugas menulis secara kreatif agar bisa menggunakan bahasa
yang dipelajarinya secara alamiah. Penyediaan lingkungan kaya bahasa menyediakan exposure yang dimaksud. Dampak yang bisa disimpulkan dari
penelitian tahun pertama, dalam waktu relatif singkat, pemajangan materi RLLE
membuat siswa memiliki kemampuan literasi yang lebih baik yang dibuktikan
dengan kemampuan siswa menulis lebih banyak kata dengan benar, maupun
menuliskan ungkapan yang sesuai dengan konteks berbahasa yang dipajang pada
papan pajang.
Selain manfaat jangka
pendek tersebut di atas, ada manfaat jangka panjang yang bisa diramalkan
sebagai akibat penyediaan RLLE di sekolah yaitu: membangun karakter anak bangsa
untuk senang belajar dan meningkatkan kemampuan belajar mandiri yang berdampak terhadap kebiasaan belajar
sepanjang hayat. Selain itu, penelitian ini bisa membangun budaya baca. Sampai
saat ini belum ada suatu upaya sistematis yang dilakukan oleh lembaga formal
(sekolah) untuk membiasakan anak membaca dan menulis, apalagi dalam bahasa
Inggris. Padahal sesungguhnya pembelajaran bahasa Inggris di usia anak-anak
seharusnya dilakukan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan
berbahasa anak-anak.
Rendahnya kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memenangkan persaingan di bursa kerja
global. Seperti yang sudah diketahui
bersama, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang
bekerja di luar negeri hanya mampu mengambil posisi sebagai pekerja kasar dan
pembantu rumah tangga sebagai akibat rendahnya tingkat pendidikan secara umum
dan kekurangmampuan berbahasa Inggris secara khusus. Penelitian ini didasari
oleh kepedulian terhadap perbaikan
kualitas SDM melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris.
Penetapan standar
pendidikan internasional sekarang ini harus dibarengi dengan usaha peningkatan
kemampuan berbahasa Inggris. Model lingkungan kaya belajar di sekolah mengubah paradigma bahwa belajar tidak hanya
berlangsung di dalam kelas. Belajar tidak hanya berlangsung dengan kehadiran
guru. Melalui penyediaan lingkungan kaya
bahasa, siswa selalu terekpos dengan
berbagai materi belajar yang menantang dan menyenangkan, sehingga dengan
sendirinya meningkatkan keinginan untuk terus belajar atau belajar sepanjang
hayat (long life education) dan
belajar madiri (self-directed learning).
Mengubah mind set anak-anak (dan juga guru)
terhadap makna belajar. Selama ini belajar dipahami sebagai suatu proses
mendapat ilmu pengetahuan di dalam kelas. Dengan kata lain, sampai saat ini
dipahami sebagai proses belajar yang hanya terjadi dalam konteks sekolah yang
berlangsung di dalam kelas, dengan dipandu oleh guru. Melalui penelitian ini
diharapkan adanya perubahan paradigma tentang pengertian belajar.
METODE
Penelitian dan
Pengembangan ini telah dilakukan sejak tahun 2012 dengan menghasilkan prototype
produk lingkungan kaya bahasa Inggris. Pada tahun 2013 ini, produk diujicobakan
di enam sekolah dasar yang pernah dilibatkan dalam proyek Pembelajaran Bahasa
Inggris pada tahun 2008-2009. Sekolah-sekolah ini berada di empat Kabupaten di
Bali yaitu Badung, Denpasar, Bangli, dan Gianyar. Keenam sekolah tersebut
dipilih secara acak di antara 20 sekolah yang terlibat pada proyek Depdiknas
tersebut. Subjek penelitian adalah 400 siswa kelas 4, 5, dan 6; 18 guru bahasa
Inggris dan 6 Kepala sekolah. Data diambil melalui pengamatan, wawancara,
kuesioner dan test literasi. Analisis data menggunakan mixed method (kuantitatif dan kualitatif) untuk menjawab ketiga
rumusan masalah di atas..
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Data
kualitas produk dikumpulkan secara bertahap: pertama, expert judgment yang terdiri dua orang ahli di bidang pendidikan
bahasa Inggris anak-anak; dan kedua, melalui siswa, guru dan kepala sekolah dan
analisisnya mengikuti kriteria validitas dan praktikalitas,(Nieven dalam
Mahayanti, 2011) terhadap komponen linguistik dan non-linguistik. Secara umum,
produk RLLE bisa dikategorikan bagus. Khusus untuk konten mendapat kategori
sangat bagus, sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Table 1. Rangkuman
hasil Validitas dan Practicalitas materi RLLE
.
Instruments
|
Components
|
Mean Score (Sr)
|
Criteria
|
|
Validitas
|
Expert Judgment
|
Linguistik
|
4.361
|
Bagus
|
Non-Linguistik
|
4.125
|
Bagus
|
||
Konten
|
4.563
|
Bagus sekali
|
||
Practicalitas
|
Observasi
|
Persepsi Siswa
|
3.722
|
Bagus
|
Kuesioner
|
Persepsi Guru
|
4.305
|
Bagus
|
|
Persepsi Kepala sekolah
|
4.109
|
Bagus
|
||
Persepsi Siswa
|
4. 177
|
Bagus
|
Berdasarkan hasil analisis kuesioner, wawancara dan pengamatan,
materi mendapat apresiasi yang sangat positif baik oleh siswa, guru maupun
kepala sekolah. Dari sisi siswa, mereka merasa mendapat kesempatan belajar yang
lebih banyak, terutama menulis dan membaca pada tingkat kata, ungkapan
sederhana maupun cerita sederhana. Dari sisi guru, materi RLLE dinyatakan
sebagai materi pendukung pembelajaran bahasa Inggris yang bagus. Guru
berpendapat bahwa penyediaan materi lingkungan kaya bahasa sangat membantu siswa
untuk meningkatkan rasa ingin tahu dengan cara belajar mandiri. Semua materi
mendapat pujian dalam hal jenis, tampilan maupun aktifitas yang biss dilakukan
siswa akibat pemajangan materi tersebut. Dari sisi kepala sekolah materi juga
dianggap memiliki nilai positif untuk membantu siswa belajar bahasa Inggris
secara menyenangkan, tanpa paksaan, dan menyenangkan serta menantang. Baik guru
dan kepala sekolah setuju bahwa penyediaan materi RLLE membantu siswa
mengembangkan kemampuan literasi (baca dan tulis) dalam bahasa Inggris, yang
mana melalui pembelajaran rutin di kelas, hal ini tidak pernah
bisa dijangkau sebagai akibat terbatasnya
waktu yang tersedia untuk berlatih. Rumusan masalah ketiga adalah tentang
peningkatan kemampuan literasi yang terjadi. sebagai akibat penggunaan materi
RLLE. Analisis data mengahsilkan data yang tergambar pada diagram sebagai
berikut.
.
Diagram 1. Perbandingan
hasil pre dan Post Test
Diagram menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan literasi siswa sekolah dasar dari setelah diekspos dalam waktu
singkat (2-3 minggu) pada tahun pertama
dan 2-3 bulan di tahun kedua. Ini mempertegas bahwa pemanfaatan materi
RLLE berdampak positif terhadap kemampuan literasi siswa sekolah dasar.
Temuan ini sejalan
dengan penelitian Scoot dan Ytreberg (1990) yang menyatakan bahwa penyediaan lingkungan kaya
bahasa harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain: (1) Pengenalan Kata
dalam Konteks (materi RLLE mengenalan kata-kata dengan disertai gambar atau objek yang menarik dan memberi makna dengan
sendirinya sehingga siswa bisa belajar tanpa ketergantungan pada sosok seorang
guru); (2) Belajar Bahasa melalui Bermain (RLLE mengakomodasi karakteristik belajar
khusus anak-anak adalah mereka suka bermain.dengan cara menyediakan ‘language
games’ yang menyenangkan, memotivasi dan menantang); (3). Bahasa adalah Bahasa
(materi RRLE memberi ruang yang cukup bagi mereka untuk menggunakan bahasa yang
mereka pelajari untuk berkomunikasi melalui Everyday
Expressions’ yang bisa mereka gunakan dalam interaksi mereka dengan teman
sebaya/sekelas); (4).Variasi
Kegiatan Kelas (Materi RLLE memberi variasi materi yang ada di kelas
dan variasi strategi yang ditempuh siswa untuk belajar lebih banyak secara
mandiri); (5). Rutinitas
(Materi RLLE mengatasi rutinitas belajar di kelas yang selalui diarahkan
guru. Adanya materi yang dipajang di
kelas, mereka bisa menyesuaikan diri dengan ketersediaan waktu dan keinginan
untuk belajar sehingga mereka memiliki rutinitas yang berbeda); (6).Kerjasama,
bukan Berlomba (Penyediaan RLLE mengakomodasi peran siswa sebagai bagian dari
komunitas sosial di sekolah. Mereka bisa mendapat pengalaman bekerja dalam kelompok secara kooperatif sehingga
membentuk karakter ‘mampu bekerjasama dengan orang lain. Materi RLLE
menyediakan kesempatan bagi mereka untuk saling bekerjasama tetapi bukan
bersaing atau berkompetisi); 7). .Tatabahasa (Materi RLLE bisa membuat siswa
belajar grammar tanpa menyadari bahwa mereka sudah melakukannya); (8).
Asessmen
(Penggunaan materi RLLE membuat siswa mengerjakan sesuatu yang berdampak pada
kemampuan melakukan refleksi dan self asesmen. Mereka tidak merasa tertekan
atau cemas nilai apa yang akan mereka capai. Ini adalah sebuah pendidikan
karakter yang alamiah).
Kedelapan
unsur yang ada pada rancangan materi RLLE tersebut merupakan hal penting dalam
pendidikan yang kurang menjadi perhatian pada pendidikan di kelas. Jadi
penelitian pengembangan ini telah membuktikan bahwa penyediaan materi penunjang
yang memiliki sistem dan aturan yang jelas berdampak positif terhadap
perkembangan kognitif dan metacognitif siswa dimana siswa belajar sesuatu
sekaligus mengatur diri sendiri untuk belajar secara mandiri.
SIMPULAN
Berdasarkan paparan hasil penelitian di atas
bisa disimpulkan bahwa perlu ada usaha yang logis untuk mengatasi kendala
belajar seperi keterbatasan waktu, materi atau sumber belajar. Usaha berupa
pengembangan materi RLLE dalam penelitian ini telah terbukti mengatasi
keterbatan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Siswa tidak saja
mengembangkan pengetahuan tentang kosa kata, ungkapan maupun wacana dalam
bahasa Inggris, tetapi juga mengembangkan karakter bekerja keras, bertanggung
jawab, rasa ingin tahu, bekerja dalam kelompok, belajar mandiri, serta melakukan
refleksi terhadap apa yang sudah dipelajari. Dengan demikian pendidikan tidak
saja berlangsung di kelas dengan kehadiran guru dan rutinitas belajar yang
monoton, Siswa bisa dibiasakan belajar dengan kemauan sendiri, tanpa kehadiran
guru, dan mengatur sendiri apa yang ingin mereka laukan dengan cara mereka
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Archie, M. (2003). Advancing Education through Environmental Literacy. Alexandria, VA: Association for Supervision and
Curriculum Development. Benefits on
Environmental Education. www.neefusa.org. Downloaded on October, 7, 2012.
Artini, L.P. (2009b). Teaching English for Young Learners in Indonesia: Methods and
Strategies. Book Manuscript.
Artini, L.P. (2006). Learning English in Bali:
Investigating Beliefs and Language
Learning Strategies. Unpublished PhD
thesis.
Artini, L.P. (2012). Developing Rich Language Learning Environment to Optimalize Young
Learners’ Literacy Skills in English. Unpublished research report.
Singaraja: Undiksha.
Cross, David. (1991).A Practical Handbook of Language Teaching.
New Britain: Cassell
Depdiknas (2009). Pedoman Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Jendral Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar
Gall & Gall &
Borg. (2003). Educational Research: An
Introduction 7th edition. USA: Allyn and Bacon.
Ghoting, Saroj. (2011). Supporting Early Literacy through
Language-Rich Library Environment. www.slideshare.net. downloaded on April 2013.
Jay, M.E. dan H.L.Jay. (1998). 250+ Activities and Ideas for Developing
Literacy Skills. New York: Neal-Schuman Publishers, Inc.
Justice, Laura M. (2004).
Creating Language-Rich Preschool Classroom Environment.Teaching Exceptional Children, Vol.37, No.2 , pp 36-44.
Maria, Shantha. 2012. Creating A Language Rich Environment. Vol.III,
No.3, August-October, 2012. www.salwaneducation.org. Downloaded on April, 2013.
Scott, W.A. dan L.H.Ytreberg. (2004). Teaching English to Children. Harlow:
Pearson Education Limited.
Tomlinson, Brian. (1998). Materials Development in Language Teaching.
U.K : Cambridge University Press.
Watanabe, Y. (2009). ‘Second Language Literacy
through Student-Centered Learning’. The
Internet TESL Journal. Vol.v, No.2. February 2009.
Winch, G., R.R. Johnston, P. March, L.
Ljungdahl, and M. Holliday. (2006) Literacy,
Reading and Wrinting and Children Literature. Oxford: Oxford University
Press.
No comments:
Post a Comment